Minggu, 27 Maret 2016

Teori kepribadian sehat menurut sudut pandang dan para tokoh



Teori Kepribadian Sehat
Apakah yang dimaksud dengan kepribadian yang sehat?bagaimana sifat-sifat orang yang memiliki kepribadian yang sehat?dan apakah anda adalah pribadi yang sehat?
Mungkin ini adalah pertanyaan yang sangat menarik untuk dibahas dalam suatu pandangan yang mewakili pertanyaan dari banyak orang.
Kepribadian adalah kata yang begitu umum dipakai di dunia Psikologi, kepribadian seseorang bisa dinilai dari kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi dari berbagai orang dalam berbagai keadaan. Untuk definisi kepribadian hampir bisa dikatakan tidak ada suatu kesepakatan definisi dari keseluruhan pandangan yang pernah dilontarkan. Menurut allport (1937) ia menemukan bahwa ada hampir 50 definisi berbeda yang digolongkannya kedalam sejumlah kategori. Allport sendiri memandang “kepribadian merupakan apa orang itu sesungguhnya”.
Sehat merupakan bagian dari harta manusia yang tak ternilai harganya. Sehat merupakan anugerah dari Sang Maha Pencipta untuk makhluk hidup melakukan perbuatan mulia sehingga sehat dapat di pandang indah untuk selalu disandang oleh individu yang sadar akan hal tersebut.

Kepribadian Sehat Berdasarkan Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan suatu bentuk model kepribadian. Teori ini sendriri pertama kali diperkenalkan oleh Sigmun Freud (1856-1938). Freud pada awalnya memang mengembangkan teorinya tengtang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dan dengan konsep teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari pemunculan dalam perilaku dan pikiran. menurut teori psikoanalisa, inti dari keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran individual.
Dan apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut psikoneurosis.
Dengan kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan tidak sadar yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari” / (unconscious motivation) menguraikan ide kunci dari psikoanalisa. Psikoanalisis mempunyai metode untuk membongkar gangguan – gangguan yang terdapat dalam ketidaksadaran ini, antara lain dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.
Teori psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.

– Id: merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.

– Ego: merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis,yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.

– Super Ego: merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.

Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis:
1.  Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2.  Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3.  Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4.  Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5.  Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan

Kepribadian Sehat Menurut Aliran Behavioristik

Behaviorisme juga disebut psikologi S – R (stimulus dan respon). Behaviorisme menolak bahwa pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psokologi memiliki batas pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat diamati. Teori Behaviorisme sendiri pertama kali diperkenalkan oleh John B. Watson (1879-1958)
Aliran behaviorisme mempunyai 3 ciri penting:
1. Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku

2. Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak dipelajari.     Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat bawaan.

3. Memfokuskan pada perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak tentang perilaku kita sendiri dari studi tentang apa yang dilakukan binatang.
Menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsangan yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh suatu reaksi beupa respons terhadap rangsangan itu.
Jadi menurut Behaviorisme manusia dianggap memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar. Kepribadian manusia sebagai suatu sistem yang bertingkah laku menurut cara yang sesuai peraturannya dan menganggap manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.

Kepribadian yang sehat menurut behavioristik
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri
4.Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif
Kepribadian Sehat Menurut Aliran Humanistik
Aliran ini berkembang pada tahun 1950. Humanistik merasa tidak puas dengan behaviori maupun dengan aliran psikoanalisis. Aliran humanistik ini mengarahkan perhatiannya pada humanisasi yang menekankan keunikan manusia. Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif,yang di kendalikan oleh nilai-nilai dan pada pilihan-pilihan sendiri bukan pada kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
Kepribadian yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas,  atau mayoritas.
4) Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8) Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya
Teori Kepribadian Sehat Menurut Tokoh

A.     Allport : Ciri-ciri Kepribadian yang Matang
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat.
1.     Perluasan Perasaan Diri
Ketika dia berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya pada individu. Kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak. Dengan kata lain,  ketika orang menjadi matang, dia mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri. Akan tetapi tidak cukup hanya berinteraksi dengan sesuat ata seseorag di lar diri seperti pekerjaan. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport menamakan hal ini “pasrtisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana. Yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas.
     Dalam pandangan Allport, suatu aktivitas harus relevan dan penting bagi diri; harus berarti sesuatu bagi orang itu. Pekerjaan itu menantang kemampuan-kemampuan anda, karena dengan mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya membuat anda merasa enak. Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka semakin juga dia akan sehat secara psikologis. Perasaan partisipasi otentik ini berlaku bagi pekerjaan kita, hubungan dengan keluarga dan teman-teman, kegemaran dan keanggotaan kita dalam politik dan agama. Diri menjadi tertanam dalam aktivitas yang penuh arti ini dan aktivitas-aktivitas ini menjadi perluasan perasaan diri.

2.     Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang lain.
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain : kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner, teman akrab. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu perasaan perluasan diri yang berkembang baik. Orang mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memperlihatkan kesejahteraan individu sendiri. Syarat lain bagi kapasitas untuk keintiman ialah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Perasaan terharu, tipe kehangatan yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan- penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Empati ini timbul melalui “perluasan imajinatif” dari perasaan orang sendiri terhadap kemanusiaan pada umumnya.
Sebagai hasil dari kapasitas untuk perasaan terharu, kepribadian yang matang sabar tehadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat menerima kelemahan-kelemahan manusia, dan mengetahui bahwa dia memiliki kelemahan-kelemahan yang sama.

3.     Keamanan Emosional
Sifat dari kepribadian yang sehat ini meliputi beberapa kualitas; kualitas utama adalah penerimaan diri. Kepribadian-kepribadian yang sehat mampu menerima semua segi dari ada mereka, termasuk kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan tersebut.
Orang-orang yang sehat mampu berusaha bekerja sebaik mungkin dan dalam proses mereka berusaha memperbaiki diri mereka. Kepribadian-kepribadian yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia dan bukan tawanan dari emosi-emosi itu.
Kepribadian-kepribadian yang sehat mengontrol emosi-emosi mereka. Kontrol ini bukan merupakan represi tetapi emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif.
Kualitas lain dari keamanan emosional ialah apa yang disebut Allport “sabar terhadap kekecewaan”. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan terhadap hambatan dari kemauan-kemauan dan keinginan. Orang-orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran-kemunduran ini.
Orang-orang yang matang tidak dapat begitu sabar terhadap kekecewaan, tidak dapat begitu menerima diri, atau tidak dapat begitu banyak mengontrol emosi mereka, jika mereka tidak merasakan suatu perasaan dasar akan keamanan.

4.     Persepsi Realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.

5.     Keterampilan-keterampilan dan Tugas-tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya menenggelamkan diri sendiri di dalamnya. Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu suatu tingkat kemampuan dan menggunakan keterampilan-keterampilan itu secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan kita.
Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan-keterampilan.
6.     Pemahaman Diri
Usaha untuk mengetahui diri secara objektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti, tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) tertentu yang berguna dalam setiap usia.
Pengenalan diri yang memadai menuntut pemahaman tentang hubungan / perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya.
Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang-orang lain.

7.     Filsafat Hidup yang Mempersatukan
Orang-orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Allport menyebut dorongan yang mempersatukan ini “arah” (directness), dan lebih kelihatan pada kepribbadian-kepribadian yang sehat. Arah itu membimbing semua segi kehidupanseseorang menuju sautu tujuan (atau rangkaian tujuan) serta memberikan orang itu suatu alasan untuk hidup. Jadi, bagi Allport rupanya mustahil memiliki suatu kepribadian yang sehat tanpa aspirasi-aspirasi dan arah ke masa depan.
Mungkin kerangka untuk tujuan-tujuan khususitu aadalah ide tentang nilai-nilai. Allport menekankan bahwa nilai-nilai (bersama dengan tujuan-tujuan) adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan.
Suara hati ikut juga berperan dalam suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang-orang lain, dan mungkin berakar dalam nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.

B.    Rogers : Perkembangan Kepribadian

1.    Motivasi Orang yang Sehat : Aktualisasi.
      Rogers menempatkan suatu dorongan – “satu satu kebutuhan fundamental” – dalam sistemnya tentang kepribadian : memeliharakan, mengaktualisasikan, meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis dan psikologis, meskipun selama tahunawal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah kepada segi-segi fisiologis
      Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai “aku” (“I”) atau “diriku” (“me”).
       

     Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri(self-actualization) merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Kecenderungan aktualisasi merujuk pada pengalaman organisme dari individu; sehingga hal tersebut merujuk pada manusia secara keseluruhan – kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif. Rogers (1959) mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal self).

2.    Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun selalu tidak akurat) oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik.

3.    Diri Ideal
Subsistem kedua dari diri adalah diri ideal, yang didefinisikan sebagai pandangann seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yag tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis, melihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan ap yang mereka inginkan secara ideal.

C.    Maslow : Hirarki Kebutuhan Individu

Kita dapat berpikir tentang tingkat kebutuhan-kebutuhan diri Maslow seperti suatu tangga; kita harus meletakkan kaki pada anak tangga pertama sebelum anak tangga kedua, dan pada anak tangga kedua sebelum anak tangga ketiga dan seterusnya. Dengan cara yang sama juga, kebutuhan yang paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan sebelum muncul kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya naik tingkat sampai muncul kebutuhan kelima dan yang paling tinggi












– aktualisasi-diri.
Jadi prasyarat untuk mencapai aktualisasi-diri memuaskan empat kebutuhan yang berada dalam tingkat lebih rendah: (1) kebutuhan-kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, (4) kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan ini harus sekurang-kurangnya sebagiannya dipuaskan dalam urutan ini, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi-diri.
Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusian. Ada empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik, yaitu:
a)    Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
b)    Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang mekanistis dan reduksionis.
c)    Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
d)    Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologi humanistik, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal dengan client-centered therapy(Walgito, B 2002 : 80).



D.    Erich Fromm : Ciri-ciri Kepribadian yang Sehat

Salah satu ciri pribadi yang sehat menurut Fromm, yaitu adanya kemampuan untuk hidup dalam masyarakat sosial. Masyarakat sangat berperan penting dalam pembentukan kepribadian. Masyarakat yang menjadikan seseorang berkepribadian sehat adalah masyarakat yang hubungan sosialnya sangat manusiawi.
Ada lima watak sosial dalam masyarakat, yaitu :
1.         Penerimaan ( receptive )
2.        Penimbunan ( hoarding )
3.         Penjualan/pemasaran ( marketing )
4.          Penghisapan/pemerasan ( exploitative )
5.         Produktif ( productive )


Dari kelima watak sosial ini yang benar – benar tepat dan sehat hanyalah watak produktif karena watak produktif didorong oleh cinta dan akal budi dan dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan pribadi dan masyarakat.
Masyarakat yang baik itu perlu ditopang dengan cinta. Oleh karena itu, Fromm menyebutkan 5 tipe yang berbeda tentang cinta, yaitu :

1.              Cinta persaudaraan
2.              Cinta keibuan
3.              Cinta erotik
4.              Cinta diri
5.              Cinta illahi

Menurut Fromm, pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu hidup hidup di masyarakat sosial yang ditandai dengan hubungan – hubungan yang manusiawi, diwarnai oleh solidaritas penuh cinta dan saling tidak merusak atau menyingkirkan. Dengan demikian, menurut Fromm, orang yang berkepribadian sehat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1.      Mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk sosial di dalam
masyarakat
2.      Mampu mencintai dan dicintai
3.      Mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan tsb
4.      Mampu hidup bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat
5.      Mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya
6.      Memiliki watak sosial yang produktif


Sumber :
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-model Kapribadian Sehat.
Yogyakarta : Kanisius
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius
Riyanto, Theo. 2006. Jadikan Dirimu Bahagia. Yogyakarta : Kanisius
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2011. Teori Kepribadian Buku 2 Ed. 7 (2nd book 
Theories of Personality 7th). Jakarta : Salemba Humanika.
Basuki,Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.

Kamis, 24 Maret 2016

FENOMENA KESEHATAN MENTAL, NORMAL-ABNORMAL DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

FENOMENA YANG TERJADI DALAM MASAYARAKAT BERKAITAN DENGAN KESEHATAN MENTAL
Fenomena yang sering dialami oleh masyarakat saat ini salah satunya adalah Personality disorders. Personality disorders,  ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku dan mengatasi stress, seperti perilaku antisosial. Gangguan-gangguan karena kecemasan  Seseorang mengalami gangguan kecemasan bila setiap saat dalam kehidupannya sehari-hari ia selalu merasakan tegangan psikologis yang cukup tinggi, walaupun persoalan yang dihadapi cukup ringan. Orang yang selalu cemas, kadang-kadang akan terserang rasa panik, yaitu suatu periode ketakutan yang luar biasa seakan-akan malapetaka besar akan terjadi. Keadaan ini akan diikuti oleh gejala-gejala gangguan fisik seperti jantung berdegub kencang, nafas tersenggal-senggal, keringat dingin, gemetar yang hebat, bahkan kadang-kadang sampai pingsan. Individu yang mengalami gangguan kecemasan tidak tahu faktor-faktor yang menyebabkan dia bertingkah laku seperti itu. Kecemasan ini sering disebut free-floating, karena tidak jelas faktor yang menyebabkannya.
Banyaknya tekanan yang menuntut dalam setiap kehidupan manusia, tidak dapat dipungkiri dapat menyebabkan terjadinya stress.  Namun, tidak hanya tekanan saja yang dapat menyebabkan stress. Penyebab stress pun berbagai macam diantaranya berasal dari lingkungan karya, lingkungan sosial, atau pun perkembangan zaman. Dan stress juga bisa bersumber dari tekanan, konflik, frustasi, dan krisis. Kemudian hasil dari stress tersbut dapat menimbulkan kecemasan-kecemasan yang dapat menganggu kesehatan mental seseorang.
Kesehatan mental berdasarkan Teori Psikoanalisa
Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu. Namun dari kecemasan-kecemasan yang tidak disadari tersebut secara tidak langsung juga berakibat menganggu kesehatan mental seseorang.
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif.
Dari teori diatas, dapat dilihat salah satunya orang dapat dikatakan sehat mental adalah jika tidak sakit akibat adanya stressor. (2)
Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stres). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya.
Oleh karena itu, berdasarkan teori Psikoanalisa serta pengertian Kesehatan Mental menurut Notosoedirjo dan Latipun (2005) dapat disimpulkan bahwa stress yang menimbulkan kecemasan-kecemasan tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mental.


KONSEP NORMAL-ABNORMAL


A.    SUBSTANSI
Agak sulit merumuskan secara tepat apa yang dimaksud dengan normal dan abnormal tentang perilaku. Penyebabnya adalah sulit menemukan model orang yang ideal atau sempurna dan tidak ada batas yang tegas antara perilaku normal dan abnormal. Diperlukan sejumlah patokan atau ukuran untuk membedakan antara normal dan abnormal. Pribadi yang normal pada umumnya memiliki mental yang sehat, sedangkan pribadi yang abnormal biasanya memiliki mental yang tidak sehat. Namun demikian, pada hakekatnya konsep mengenai normalitas dan abnormalitas sangat samar-samar batasnya. Sebab pola kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan normal oleh suatu kelompok tertentu, bisa dianggap abnormal oleh kelompok lainnya. Akan tetapi apabila satu tingkah laku itu begitu mencolok dan sangat berbeda dengan tingkah laku umum, maka kita akan menyebutnya sebagai abnormal (Kartini Kartono, 2000 : 6-7). Salah satu kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu perilaku dikatakan abnormal atau tidak adalah dengan memperhatikan apakah perilaku tersebut menyimpang dari standar tingkah laku atau norma sosial yang dapat diterima.
Dilihat dari setiap sudut pandang, konsep normalitas-abnormalitas adalah konsep yang bersifat relatif. Penyimpangan dari norma apa pun yang diterima seseorang mungkin begitu kecil atau mungkin begitu mencolok sehingga kelihatan jelas sifat abnormalnya. Tetapi karena tidak ada dikatomi yang tegas, maka normalitas dan abnormalitas sulit dibedakan. Kebanyakan orang menerima bahwa penyesuaian diri yang baik sangat serupa dengan normalitas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri sama dengan abnormalitas. Konsep-konsep ini berhubungan erat, tetapi artinya berbeda (Yustinus Semium, 2006 :56)

B.     ANALISA
1.      DEFINISI UMUM
Sehat adalah keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absennya penyakit atau keadaan lemah tertentu (World Health Organization-WHO).  Menurut H.B. English, kesehatan mental adalah keadaan yang relatif tetap di mana sang pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri atau realisasi diri.  Kesehatan mental merupakan keadaan positif, bukan sekedar berupa absennya gangguan mental. Menurut W.W. Boehm, kesehatan mental meliputi suatu keadaan dan taraf keterlibatan sosial yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan bagi  yang bersangkutan. Bisa dirumuskan bahwa normalitas sebagai keadaan sehat, yang secara umum ditandai dengan keefetifan dalam menyesuaikan diri, yakni menjalankan tuntutan hidup sehari-hari, sehingga menimbulkan perasaan puas dan bahagia.

2.      BEBERAPA CIRI ORANG YANG SEHAT-NORMAL
a.       Sikap terhadap diri sendiri : memiliki penilaian  yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan.
b.      Persepsi terhadap realitas : memiliki peandangan yang realistis terhadap diri  dan terhadap dunia, orang maupun benda di sekelilingnya.
c.       Integrasi : berkepribadian utuh, bebas dari konflik-konflik batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap stres.
d.      Kompetensi : memiliki kompetensi-kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan social yang memadai untuk mengatasi berbagai problem hidup.
e.       Otonomi : memiliki kemandirian, tanggung jawab dan penentuan diri yang memadai disertai kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial.
f.       Pertumbuhan aktualisasi diri : semakin berkembang kemampuan-kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi.

3.      BEBERAPA KRITERIA ABNORMALITAS
a.       Penyimpangan dari Norma-norma Statistik : abnormal adalah setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir setiap kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang bentuknya mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak pada sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut. kriteria ini cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat agresif, di mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau tinggi), yang dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak cocok untuk sifat-sifat kepribadian lain, seperti intelegensi sebab kendati sama-sama abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif, sedangkan sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.
b.      Penyimpangan dari Norma-norma Sosial : Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan dengan norma sosial. Inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim adalah normal. Kendati tidak selalu sepakat, namun patokan semacam ini sering berlaku dalam masyarakat. Patokan ini didasarkan pada dua pengandaian yang patut diragukan kebenarannya. Pertama adalah apa yang dinilai tinggi dan dilakukan oleh mayoritas selalu baik dan benar. Kedua bahwa perbuatan individu yang sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku selalu menunjang kepentingan individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok atau masyarakat.
c.       Gejala “Salah Suai” (Maladjustment) : Abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, artinya tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well adjusted) tanpa memanfaatkan dan  mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Tidak sedikit orang yang secara umum disebut "berhasil" dalam menjalani hidup ini, dalam arti hidup "lumrah baik" namun sebagai pribadi tidak pernah berkembang secara maksimal optimal.
d.      Tekanan Batin : Abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau perasaan bersalah yang mendalam. Namun, ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan mungkin memang merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan. Ketabahan memang merupakan suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun dalam keadaan biasa wajar misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa gembira menghadapi kematian orang yang terkasih.
e.       Ketidakmatangan : Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan tidak sesuai dengan situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan.Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap menyadari kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas sebagai penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti apa saja yang bersifat maladaptif. Yang terakhir berati apa saja yang tidak menunjang kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak menunjang kemaslahatan masyarakat. Kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat meliputi baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri atau aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.

4.      BEBERAPA ISTILAH TENTANG PERILAKU ABNORMAL
a.       Perilaku abnormal : Digunakan untuk menggambarkan tampilan kepribadian dalam (inner personality) atau perilaku luar (out behavior) atau keduanya. Yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah perilaku spesifik seperti fobia atau pola gangguan seperti skizofrenia. Demikian juga dengan masalah kronik atau yang berlangsung lama, seperti introsikasi obat-obat dengan simtom yang akut atau temporer.
b.      Perilaku Maladaptif : Merupakan pemahanam abnormal yang bersifat konseptual, yang memasukkan setiap perilaku yang memiliki konsekuensi yang tidak diharapkan. Tidak hanya perilaku psikosis, atau neurotis, melainkan juga perilaku bisnis yang tidak etis, prasangka rasional, alienasi (keterasingan), dan apatis.
c.       Gangguan Mental : Istilah ini digunakan untuk pola perilaku abnormal yang meliputi rentang yang lebar, dari yang ringan sampai yang berat.
d.      Psikopatologi : Diartikan sama atau sebagai kata lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal, atau gangguan mental.
e.       Penyakit Jiwa : Digunakan sebagai kata lain dari gangguan mental. Namun penggunaannya saat ini terbatas pada gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau disorganisasi kepribadian yang berat.
f.       Gangguan Perilaku : Digunakan secara khusus untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal memperlajari kompetensi yang dibutuhkan maupun gagal dalam memperlajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif.
g.      Penyakit Mental : Dulu istilah ini menunjuk gangguan-gangguan yang berkaitan dengan patologi otak. Kini jarang dipakai.
h.      Ketidakwarasan (insanity) : Merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa individu secara mental tidak mampu untuk mengelola masalah-masalahnya atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Istilah ini menunjuk pada gangguan mental yang serius. Terutama penggunaan istilah ini bersangkutan dengan  pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana dihukum atau tidak.