FENOMENA
YANG TERJADI DALAM MASAYARAKAT BERKAITAN DENGAN KESEHATAN MENTAL
Fenomena yang sering dialami oleh masyarakat saat ini salah
satunya adalah Personality disorders. Personality disorders,
ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku dan mengatasi stress, seperti
perilaku antisosial. Gangguan-gangguan karena kecemasan Seseorang
mengalami gangguan kecemasan bila setiap saat dalam kehidupannya sehari-hari ia
selalu merasakan tegangan psikologis yang cukup tinggi, walaupun persoalan yang
dihadapi cukup ringan. Orang yang selalu cemas, kadang-kadang akan terserang
rasa panik, yaitu suatu periode ketakutan yang luar biasa seakan-akan
malapetaka besar akan terjadi. Keadaan ini akan diikuti oleh gejala-gejala
gangguan fisik seperti jantung berdegub kencang, nafas tersenggal-senggal,
keringat dingin, gemetar yang hebat, bahkan kadang-kadang sampai pingsan.
Individu yang mengalami gangguan kecemasan tidak tahu faktor-faktor yang
menyebabkan dia bertingkah laku seperti itu. Kecemasan ini sering disebut
free-floating, karena tidak jelas faktor yang menyebabkannya.
Banyaknya tekanan yang menuntut dalam setiap kehidupan manusia,
tidak dapat dipungkiri dapat menyebabkan terjadinya stress. Namun, tidak
hanya tekanan saja yang dapat menyebabkan stress. Penyebab stress pun berbagai
macam diantaranya berasal dari lingkungan karya, lingkungan sosial, atau pun
perkembangan zaman. Dan stress juga bisa bersumber dari tekanan, konflik,
frustasi, dan krisis. Kemudian hasil dari stress tersbut dapat menimbulkan
kecemasan-kecemasan yang dapat menganggu kesehatan mental seseorang.
Kesehatan
mental berdasarkan Teori Psikoanalisa
Ahli
psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan
persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam
ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan,
terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya.
Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak
disadari oleh individu. Namun dari kecemasan-kecemasan yang tidak disadari
tersebut secara tidak langsung juga berakibat menganggu kesehatan mental
seseorang.
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat
banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (1)
karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor,
(3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh
dan berkembang secara positif.
Dari teori diatas, dapat dilihat salah satunya orang dapat
dikatakan sehat mental adalah jika tidak sakit akibat adanya stressor. (2)
Sehat
mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit
akibat stressor (sumber stres). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami
tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian
ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya.
Oleh karena itu, berdasarkan teori Psikoanalisa serta pengertian
Kesehatan Mental menurut Notosoedirjo dan Latipun (2005) dapat disimpulkan
bahwa stress yang menimbulkan kecemasan-kecemasan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan mental.
KONSEP
NORMAL-ABNORMAL
A. SUBSTANSI
Agak
sulit merumuskan secara tepat apa yang dimaksud dengan normal dan abnormal
tentang perilaku. Penyebabnya adalah sulit menemukan model orang yang ideal
atau sempurna dan tidak ada batas yang tegas antara perilaku normal dan
abnormal. Diperlukan sejumlah patokan atau ukuran untuk membedakan antara
normal dan abnormal. Pribadi yang normal pada umumnya memiliki mental yang
sehat, sedangkan pribadi yang abnormal biasanya memiliki mental yang tidak
sehat. Namun demikian, pada hakekatnya konsep mengenai normalitas dan
abnormalitas sangat samar-samar batasnya. Sebab pola kebiasaan dan sikap hidup
yang dirasakan normal oleh suatu kelompok tertentu, bisa dianggap abnormal oleh
kelompok lainnya. Akan tetapi apabila satu tingkah laku itu begitu mencolok dan
sangat berbeda dengan tingkah laku umum, maka kita akan menyebutnya sebagai
abnormal (Kartini Kartono, 2000 : 6-7). Salah satu kriteria yang digunakan
untuk menentukan apakah suatu perilaku dikatakan abnormal atau tidak adalah
dengan memperhatikan apakah perilaku tersebut menyimpang dari standar tingkah
laku atau norma sosial yang dapat diterima.
Dilihat dari setiap sudut pandang, konsep normalitas-abnormalitas adalah konsep yang bersifat relatif. Penyimpangan dari norma apa pun yang diterima seseorang mungkin begitu kecil atau mungkin begitu mencolok sehingga kelihatan jelas sifat abnormalnya. Tetapi karena tidak ada dikatomi yang tegas, maka normalitas dan abnormalitas sulit dibedakan. Kebanyakan orang menerima bahwa penyesuaian diri yang baik sangat serupa dengan normalitas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri sama dengan abnormalitas. Konsep-konsep ini berhubungan erat, tetapi artinya berbeda (Yustinus Semium, 2006 :56)
Dilihat dari setiap sudut pandang, konsep normalitas-abnormalitas adalah konsep yang bersifat relatif. Penyimpangan dari norma apa pun yang diterima seseorang mungkin begitu kecil atau mungkin begitu mencolok sehingga kelihatan jelas sifat abnormalnya. Tetapi karena tidak ada dikatomi yang tegas, maka normalitas dan abnormalitas sulit dibedakan. Kebanyakan orang menerima bahwa penyesuaian diri yang baik sangat serupa dengan normalitas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri sama dengan abnormalitas. Konsep-konsep ini berhubungan erat, tetapi artinya berbeda (Yustinus Semium, 2006 :56)
B. ANALISA
1. DEFINISI UMUM
Sehat
adalah keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, sosial secara penuh dan
bukan semata-mata berupa absennya penyakit atau keadaan lemah tertentu (World
Health Organization-WHO). Menurut H.B. English, kesehatan mental
adalah keadaan yang relatif tetap di mana sang pribadi menunjukkan penyesuaian
atau mengalami aktualisasi diri atau realisasi diri. Kesehatan
mental merupakan keadaan positif, bukan sekedar berupa absennya gangguan
mental. Menurut W.W. Boehm, kesehatan mental meliputi suatu keadaan dan taraf
keterlibatan sosial yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan
bagi yang bersangkutan. Bisa dirumuskan bahwa normalitas sebagai
keadaan sehat, yang secara umum ditandai dengan keefetifan dalam menyesuaikan
diri, yakni menjalankan tuntutan hidup sehari-hari, sehingga menimbulkan
perasaan puas dan bahagia.
2. BEBERAPA CIRI ORANG YANG
SEHAT-NORMAL
a. Sikap terhadap diri sendiri
: memiliki penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan
kekurangan.
b. Persepsi terhadap realitas
: memiliki peandangan yang realistis terhadap diri dan terhadap
dunia, orang maupun benda di sekelilingnya.
c. Integrasi : berkepribadian
utuh, bebas dari konflik-konflik batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi
yang baik terhadap stres.
d. Kompetensi : memiliki
kompetensi-kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan social yang memadai
untuk mengatasi berbagai problem hidup.
e. Otonomi : memiliki
kemandirian, tanggung jawab dan penentuan diri yang memadai disertai kemampuan
cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial.
f. Pertumbuhan aktualisasi
diri : semakin berkembang kemampuan-kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri
sebagai pribadi.
3. BEBERAPA KRITERIA
ABNORMALITAS
a. Penyimpangan dari
Norma-norma Statistik : abnormal adalah setiap hal yang luar biasa, tidak
lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir setiap
kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang bentuknya
mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak pada
sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut. kriteria ini
cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat agresif, di
mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan kita temukan
orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau tinggi), yang
dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak cocok untuk
sifat-sifat kepribadian lain, seperti intelegensi sebab kendati sama-sama
abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif, sedangkan
sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.
b. Penyimpangan dari
Norma-norma Sosial : Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non
konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan dengan norma sosial.
Inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim
adalah normal. Kendati tidak selalu sepakat, namun patokan semacam ini sering
berlaku dalam masyarakat. Patokan ini didasarkan pada dua pengandaian yang patut
diragukan kebenarannya. Pertama adalah apa yang dinilai tinggi dan dilakukan
oleh mayoritas selalu baik dan benar. Kedua bahwa perbuatan individu yang
sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku selalu menunjang kepentingan
individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok atau masyarakat.
c. Gejala “Salah Suai”
(Maladjustment) : Abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu
dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan
dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya
sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, artinya tidak
memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well
adjusted) tanpa memanfaatkan dan mengembangkan kemampuan-kemampuannya.
Tidak sedikit orang yang secara umum disebut "berhasil" dalam
menjalani hidup ini, dalam arti hidup "lumrah baik" namun sebagai
pribadi tidak pernah berkembang secara maksimal optimal.
d. Tekanan Batin :
Abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau
perasaan bersalah yang mendalam. Namun, ini bukan patokan yang baik untuk
membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin
yang kronik seperti tak berkesudahan mungkin memang merupakan indikasi bahwa
ada sesuatu yang tidak beres. Sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih
atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan.
Ketabahan memang merupakan suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun
dalam keadaan biasa wajar misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa
gembira menghadapi kematian orang yang terkasih.
e. Ketidakmatangan : Seseorang
dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan
tidak sesuai dengan situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang
kepantasan dan kematangan.Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap
menyadari kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas
sebagai penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti
apa saja yang bersifat maladaptif. Yang terakhir berati apa saja yang tidak
menunjang kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak
menunjang kemaslahatan masyarakat. Kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat
meliputi baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri
atau aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.
4. BEBERAPA ISTILAH TENTANG
PERILAKU ABNORMAL
a. Perilaku abnormal :
Digunakan untuk menggambarkan tampilan kepribadian dalam (inner personality)
atau perilaku luar (out behavior) atau keduanya. Yang dimaksudkan dengan
istilah ini adalah perilaku spesifik seperti fobia atau pola gangguan seperti
skizofrenia. Demikian juga dengan masalah kronik atau yang berlangsung lama,
seperti introsikasi obat-obat dengan simtom yang akut atau temporer.
b. Perilaku Maladaptif :
Merupakan pemahanam abnormal yang bersifat konseptual, yang memasukkan setiap
perilaku yang memiliki konsekuensi yang tidak diharapkan. Tidak hanya perilaku
psikosis, atau neurotis, melainkan juga perilaku bisnis yang tidak etis,
prasangka rasional, alienasi (keterasingan), dan apatis.
c. Gangguan Mental : Istilah
ini digunakan untuk pola perilaku abnormal yang meliputi rentang yang lebar,
dari yang ringan sampai yang berat.
d. Psikopatologi : Diartikan
sama atau sebagai kata lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal, atau
gangguan mental.
e. Penyakit Jiwa : Digunakan
sebagai kata lain dari gangguan mental. Namun penggunaannya saat ini terbatas
pada gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau disorganisasi
kepribadian yang berat.
f. Gangguan Perilaku :
Digunakan secara khusus untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar,
baik gagal memperlajari kompetensi yang dibutuhkan maupun gagal dalam
memperlajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif.
g. Penyakit Mental : Dulu istilah
ini menunjuk gangguan-gangguan yang berkaitan dengan patologi otak. Kini jarang
dipakai.
h. Ketidakwarasan (insanity) :
Merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa individu secara mental
tidak mampu untuk mengelola masalah-masalahnya atau melihat
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Istilah ini menunjuk pada
gangguan mental yang serius. Terutama penggunaan istilah ini bersangkutan
dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana
dihukum atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar